Seletah tragedi patah tulang itu,
hidup saya hanya di atas ranjang. Tidak bisa bermain, tidak bisa ke langgar,
juga tidak bisa sekolah. Sayapun harus bersabar dengan kondisi ini. Tangan
kiriku sekarang diperban dengan penyangga kayu agar tidak berubah posisi. Sebab
jika berubah sedikit saja, akan membahayakan pertumbuhan tulang saya. Akibat
terburuknya, tangan saya bengkok.
Tiap lima hari, tukang pijatnya
datang untuk melihat kondisi tangan saya, sekaligus memijatnya. Ibu dan rama
setia menemani, memberi motivasi dan melayani saya. Tiap hari sanak famili
datang bergantian menjenguk. Selain diterapi ala tradisional, keluarga saya
juga bertanya kepada ahli medis mencari cara cepat untuk penyembuhan.
Diantaranya banyak minum susu dicampur dengan telor ayam kampung. Saya juga
dianjurkan banyak-banyak makan sumsum ayam. Walhasil, segala cara ditempuh demi
kesembuhan saya. Ada satu cara yang dianjurkan dokter bahkan oleh tukang
pijatnya sendiri, yaitu banyak gerak terutama di persendian siku tangan.
Tujuannya agar tidak kaku. Tapi cara yang terakhir ini tidak saya jalani. Bukan
karena apa-apa. Tapi karena M-A-L-A-S.
Hari berganti hari. Minggu
berganti minggu. Bulan berganti bulan. Keadaanku tetap di atas ranjang. Namun
walaupun demikian, perkembangan kesembuhan lengan saya cukup mengembirakan.
Bahkan saya sudah bisa menekuk lengan. Namun bukan berarti saya bebas
menggunakan tanganku semau saya. Memang menurut tukang pijatnya, sesering
mungkin menggerak-gerakkan tangan. Tapi tidak boleh berlebihan.
Proses penyembuhan tulang saya
sudah berjalan dua bulan. Dan perkembangannya -alhamdulillah- berjalan lancar.
Sampai suatu hari, seperti biasanya, saya melatih tangan saya untuk digerakkan
dan ditekuk. Supaya persendian tidak kering. Saat saya menekuk tangan, ada
kejanggalan yang saya lihat di daerah patahan tulang saya. Ada benjolan yang
tampak ketika ditekuk. Namun ketika dijulurkan, benjolan itu hilang. Menurut
perkiraan, benjolan itu adalah tulang yang patah yang merenggang kembali. Namun
sekali lagi itu adalah dugaan saja. Perlu didiagnosis. Saya dan keluarga cemas,
khawatir terjadi apa-apa. Kemudian keluarga memutuskan untuk membawa ke dokter
spesialis untuk diagnosis.
Setelah diperiksa, dokter belum
bisa memastikan. Hanya dugaan yang sama dengan dugaan awal keluargaku. Dokter
menyuruh untuk dironsen. Ternyata benar, setelah dironsen tampak tulang yang
retak. Dan jika dibiarkan, tulang itu bisa menembus kulit. Tidak ada jalan lain
kecuali dioperasi untuk mengembalikan ke posisi semula. Keluarga langsung lemas
setelah mendengar vonis itu. Saya yang waktu itu duduk di sebelah orang tua,
melihat mereka meneteskan air mata. Tidak bisa berkata apa-apa. Terutama ibu,
beliau tak kuasa menahan tangisnya. Sesekali ibuku mengelus dan mencium
kepalaku. Sayapun terlarut dalam suasana sedih. Kemudian, ibu berkata
"Percuma ya...terapi pijatnya. Nggak ada hasil" ujar ibu saya.
Akhirnya, keluarga saya rapat
mendadak membicarakan rencana operasi. Memang terasa berat, apalagi operasinya
tidak bisa dilakukan di Madura, tapi harus dirujuk ke rumah sakit dr. Sutomo
Surabaya. Sudah pasti membuthkan biaya besar. Namun operasi ini tidak bisa
ditunda. Karena kondisi tulang yang retak ini jika dibiarkan akan menimbulkan
dampak buruk. Bisa menembus kulit. Ya Allah! (bersambung)
0 komentar